Jumat, 12 Maret 2010

BAB I
PENDAHULUAN
TRADISI DAN NALAR SEJARAH DINASTI MU’AWIYAH

Catatan emas telah ditorehkan umat Islam dalam membangun peradaban di muka bumi ini. Selama hampir 9 abad peradaban Islam menguasai dunia. Bermula dari masa kepemimpinan Rasululloh SAW, Khulafaur Ar-Rasyidin, dan pasca khulafaur Ar-Rasyidin. Dimana salah satunya adalam Bani Umayyah yang berkuasa selama 90 tahun. Kerajaan Bani Umayyah didirikan oleh Muawiyah bin Abu Sufyan pada tahun 41 H/661 M di Damaskus dan berlangsung hingga pada tahun 132 H/ 750 M. sejarah telah membuktikan prestasi yang ditorehkan oleh dinasti Mu’awiyah ini.
Dalam waktu 90 tahun dinasti Mu’awiyah mampu menguasai Spanyol sampai dengan India, sungguh prestasi yang luar biasa. Bahkan ketika dinasti mu’awiyah berada dibawah kekuasaan Al-Walid, Segenap Afrika Utara diduduki dan pada tahun 91 H / 710 M pasukan Muslim menyebrangi Selat Gibraltar lalu masuk ke Spanyol, kemudian menyebrangi Sungai Pyrenees dan menyerang Carolingian Prancis. Di Timur, seorang Wali Arab menyusup melalui Makran masuk ke Sind, menancapkan Islam untuk pertama kalinya di India (Dinasti-Dinasti Islam, 1993).


Bagi beberapa kalangan luas wilayah Islam pada masa ini adalah yang terluas dibanding dengan masa kekhalifahan lainnya. Perluasan-perluasan berikutnya hanyalah berupa pengembangan dari luas wilayah yang telah ada. Malah pada akhir masa Kekhalifahan Utsmani, wilayahnya semakin menyempit akibat sparatisme dan berkembangnya nation state, sampai akhirnya hilanglah wilayah kekhalifahan Islam pada tahun 1924 (3 Maret), saat diruntuhkannya Kekhalifahan Utsmaniyyah sehingga wilayah Islam terpecah menjadi negeri-negeri Islam, sampai sekarang. Kejayaan kerajaan Mu’awiyah hanya sampai Raja Al-Walid. Karena raja-raja setelahnya telah terjagkit penyakit cinta dunia yangmenyebabkan dinasti bani Umayyah ini runtuh.





BAB II
PEMBAHASAN

A. Asal-Usul, Pertumbuhan dan Basis Sosial Dinasti Mu’awiyah
Muawiyah lahir kira-kira 15 tahu sebelum hijrah. Dia memeluk Islam bersama-sama dengan penduduk Makkah lainnya yang berbondong-bondong masuk Islam setelah Makkah ditaklukkan oleh kaum Muslimin. Ketika itu Mu'awiyah berumur 23 tahun.
Muawiyah mulai memegang tempuk pemerintahan pada masa Khalifah Umar bin Khattab,. Dia diangkat menjadi Gubernur Yordania. Pada saat yang bersamaan saudaranya, Yazid juga diangkat menjadi gubernur Damaskus oleh syaidina Umar. Tapi Yazid wafat karena panyakit Pes yang berjangkit di kota Amuas, di masa pemerintahan Khalifah Umar. Dan pada saat itulah khalifah umar mwnggabung wilayah Damsyik kedalam wilayah kekuasaan Mu’awiyah. Ketika menjadi seorang gubernur, Mu’awiyah merupakan sosok pemimpin yang memiliki pribadi sangat kuat dan amat jujur, serta ahli dalam lapangan politik.-
Mu’awiyah berhasil memegang kekuasan penuh setelah Hasan bin Ali menyerahkan jabatan itu dengan beberapa syarat, antara lain :
1. Agar Mu’awiyah tidak menaruh dendam terhadap seseorangpun dari penduduk Iraq.
2. Menjamin keamanan yan memaafkan kesalahan-kesalahan mereka.
3. Agar pajak tanah negeri Ahwaz diperuntukkan padanya dan diberikan setiap tahun.
4. Agar Mu’awiyah membayar kepada saudaranya, yaitu Husen bin Ali bin Abi Thalib sebesar 2 juta dirham.
5. Pemberian kepada bani hasyim haruslah lebih besar dari pada pemberian kepada bani Abdi Syam.

Perjanjian itu berhasil mempersatukan umat Islam kembali dalam satu kepemimpinan politik, di bawah pimpinan Mu’awiyah ibn Abi Sufyan. Dengan kata lain, Hasan telah menjual haknya sebagai khalifah kepada Mu’awiyah. Akibat perjanjian itu menyebabkan Mu’awiyah menjadi penguasa absolut. Naiknya Mu’awiyah menjadi khalifah pada awalnya tidak melalui forum pembai’atan yang bebas dari semua umat. Mu’awiyah dibai’at pertama kali oleh penduduk Syam karena memang berada di bawah kekuasaannya, kemudian ia dibai’at oleh umat secara keseluruhan setelah tahun persatuan atau ‘am jama’ah (661). Pembai’atan tersebut tidak lain hanyalah sebuah pengakuan terpaksa terhadap realita dan dalam upaya menjaga kesatuan umat. Maka, di sini telah masuk unsur kekuatan dan keterpaksaan menggantikan musyawarah. Karenanya dapat dikatakan bahwa telah terjadi perceraian antara idealisme dan realita .

B. Sistem Kepemimpinan dan Penegakan Dinasti
Mu'awiyah adalah penguasa Islam yang pertama yang menggantikan sistem demokratis republik Islam menjadi sistem Monarkis (kerajaan). Mu'awiyah pernah menegaskan bahwa dirinya adalah seorang raja Islam yang pertama. Ia membentuk sistem kekuasaan berdasarkan garis keturunan dengan menunjuk anaknya, Yazid, sebagai putra mahkota. Sikapnya menunjuk putra mahkota ini akhirnya menjadi model dan diikuti oleh seluruh penguasa Umayyah sesudahnya. Karenanya Mu'awiyah dipandang sebagai pendiri sistem kerajaan yang turun temurun dalam sejarah umat Islam. Tradisi demokrasi kesukuan nenek moyang bangsaArab seketika itu hilang untuk selama-lamanya dan digantikan dengan pola kekuasaan individu dan otokrasi. Dalam hal ini Mu'awiyah mengikuti tradisi kekuasaan absolutisme yang berkembang di Persia dan Bizantium.
Mu'awiyah setelah menjadi raja tampaknya masih menjalankan kedudukan dan fungsi khalifah, seperti menyampaikan khutbah dan menjadi imam shalat Jum'at, tetapi ia terlalu menjaga jarak dengan kehidupan masyarakat. Mu'awiyah hidup dalam kemewahan istana yang selalu dijaga oleh pengawal bersenjata, baitul mal dijadikan sebagai harta kekayaan pribadi dan memutuskan segala yang penting hanya menggunakan pertimbangannya sendiri tanpa melalui musyawarah. Di sinilah letak perbedaannya dengan pemerintahan masa sebelumnya. Mu'awiyah selama memerintah berhasil menegakkan kerukunan antar bangsaArab wilayah utara (Kaisaniyyah) dengan bangsa Arab wilayah selatan (kalbiyah). Sekalipun nasab Mu'awiyah lebih dekat kepada kelompok kaisaniyyah, namun ia justru mengangkat putra mahkota dari istrinya yang berketurunan Kalbiyah. Selama masa pemerintahannya, penguasa dan rakyat hidup rukun. Ia juga bertindak cukup bijaksana terhadap penganut agama Kristen. Hal ini terbukti dengan diangkatnya beberapa orang nasrani sebagai pejabat negara, salah satunya menjabat sebagai dewan penasihat.

C. Dinasti-Dinasti Mu’awiyah
1. Muawiyah ibn Abi Sufyan (661-681 M)
Muawiyah ibn Abi Sufyan adalah pendiri Daulah Bani Umayyah dan menjabat sebagai Khalifah pertama. Ia memindahkan ibu kota dari Madinah al Munawarah ke kotaDamaskus dalam wilayah Suriah. Pada masa pemerintahannya, ia melanjutkan perluasan wilayah kekuasaan Islam yang terhenti pada masa Khalifah Ustman dan Ali. Disamping itu ia juga mengatur tentara dengan cara baru dengan meniru aturan yang ditetapkan oleh tentara di Bizantium, membangun administrasi pemerintahan dan juga menetapkan aturan kiriman pos. Muawiyah meninggal Dunia dalam usia 80 tahun dan dimakamkan di Damaskus di pemakaman Bab Al-Shagier.

2. Yazid ibn Muawiyah (681-683 M)
Lahir pada tahun 22 H/643 M. Pada tahun 679 M, Muawiyah mencalonkan anaknya, Yazid, untuk menggantikan dirinya. Yazid menjabat sebagai Khalifah dalam usia 34 tahun pada tahun 681 M. Ketika Yazid naik tahta, sejumlah tokoh di Madinah tidak mau menyatakan setia kepadanya. Ia kemudian mengirim surat kepada Gubernur Madinah, memintanya untuk memaksa penduduk mengambil sumpah setia kepadanya. Dengan cara ini, semua orang terpaksa tunduk, kecuali Husein ibn Ali dan Abdullah ibn Zubair. Bersamaan dengan itu, Syi’ah (pengikut Ali) melakukan konsolidasi (penggabungan) kekuatan kembali. Perlawanan terhadap Bani Umayyah dimulai oleh Husein ibn Ali. Pada tahun 680 M, ia pindah dari Mekkah ke Kufah atas permintaan golongan Syi’ah yang ada di Irak. Umat Islam di daerah ini tidak mengakui Yazid. Mereka mengangkat Husein sebagai Khalifah. Dalam pertempuran yang tidak seimbang di Karbela, sebuah daerah di dekat Kufah, tentara Husein kalah dan Husein sendiri mati terbunuh. Kepalanya dipenggal dan dikirim ke Damaskus, sedang tubuhnya dikubur di Karbala (Yatim, 2003:45). Masa pemerintahan Yazid dikenal dengan empat hal yang sangat hitam sepanjang sejarah Islam, yaitu :
a. Pembunuhan Husein ibn Abi Thalib, cucu Nabi Muhammad.
b. Pelaksanaan Al ibahat terhadap kota suci Madinah al - Munawarah.
c. Penggempuran terhadap baiat Allah.
d. Pertama kalinya memakai dan menggunakan orang-orang kebiri untuk barisan
pelayan rumah tangga khalif didalam istana. Ia Meninggal pada tahun 64 H/683 M dalam usia 38 tahun dan masa pemerintahannya ialah tiga tahun dan enam bulan.

3. Muawiyah ibn Yazid (683-684 M)
Muawiyah ibn Yazid menjabat sebagai Khalifah pada tahun 683-684 M dalam usia 23 tahun. Dia seorang yang berwatak lembut. Dalam pemerintahannya, terjadi masa krisis dan ketidakpastian, yaitu timbulnya perselisihan antar suku diantara orang-orang Arab sendiri. Ia memerintah hanya selama enam bulan.

4. Marwan ibn Al-Hakam (684-685 M)
Sebelum menjabat sebagai penasihat Khalifah Ustman bin Affan, ia berhasil memperoleh dukungan dari sebagian orang Syiria dengan cara menyuap dan memberikan berbagai hak kepada masing-masing kepala suku. Untuk mengukuhkan jabatan Khalifah yang dipegangnya maka Marwan sengaja mengawini janda Khalifah Yazid, Ummu Khalid. Selama masa pemerinthannya tidak meninggalkan jejak yang penting bagi perkembangan sejarah Islam. Ia wafat dalam usia 63 tahun dan masa pemerintahannya selama 9 bulan 18 hari.

5. Abdul Malik ibn Marwan (685-705 M)
Abdul Malik ibn Marwan dilantik sebagai Khalifah setelah kematian ayahnya, pada tahun 685 M. Dibawah kekuasaan Abdul Malik, kerajaan Umayyah mencapai kekuasaan dan kemulian. Ia terpandang sebagai Khalifah yang perkasa dan negarawan yang cakap dan berhasil memulihkan kembali kesatuan Dunia Islam dari para pemberontak, sehingga pada masa pemerintahan selanjutnya, di bawah pemerintahan Walid bin Abdul Malik Daulah bani Umayyah dapat mencapai puncak kejayaannya. Ia wafat pada tahun 705 M dalam usia yang ke-60 tahun. Ia meninggalkan karyakarya terbesar didalam sejarah Islam. Masa pemerintahannya berlangsung selama 21tahun, 8 bulan. Dalam masa pemerintahannya, ia menghadapi sengketa dengan khalif bdullah ibn Zubair.

6. Al-Walid ibn Abdul Malik (705-715 M)
Masa pemerintahan Walid ibn Malik adalah masa ketentraman, kemakmuran dan ketertiban Umat Islam. Pada masa pemerintahannya tercatat suatu pestiwa besar, yaitu perluasan wilayah kekuasaan dari Afrika Utara menuju wilayah Barat daya, benua Eropa, yaitu pada tahun 711 M. Perluasan wilayah kekuasaan Islam juga sampai ke Andalusia (Spanyol) dibawah pimpinan panglima Thariq bin Ziad. Perjuangan panglima Thariq bin Ziad mencapai kemenangan, sehingga dapat menguasai kota Kordova, Granada dan Toledo. Selain melakukan perluasan wilayah kekuasaan Islam, Walid juga melakukan pembangunan besar-besaran selama masa pemerintahannya untuk kemakmuran rakyatnya. Khalifah Walid ibn Malik meninggalkan nama yang sangat harum dalam sejarah Daulah Bani Umayyah dan merupakan puncak kebesaran Daulah tersebut.

7. Sulaiman ibn Abdul Malik (715-717 M)
Sulaiman Ibn Abdul Malik menjadi Khalifah pada usia 42 tahun. Masa pemerintahannya berlangsung selama 2 tahun, 8 bulan. Ia tidak memiliki kepribadian yang kuat hingga mudah dipengaruhi penasehat-penasehat disekitar dirinya. Menjelang saat terakhir pemerintahannya barulah ia memanggil Gubernur wilayah Hijaz, yaitu Umar bin Abdul Aziz, yang kemudian diangkat menjadi penasehatnya dengan memegang jabatan wazir besar. Hasratnya untuk memperoleh nama baik dengan penaklukan ibu kota Constantinople gagal. Satu-satunya jasa yang dapat dikenangnya dari masa pemerintahannya ialah menyelesaikan dan menyiapkan pembangunan Jamiul Umawi yang terkenal megah dan agung di Damaskus.

8. Umar Ibn Abdul Aziz (717-720 M)
Umar ibn Abdul Aziz menjabat sebagai Khalifah pada usia 37 tahun . Ia terkenal adil dan sederhana. Ia ingin mengembalikan corak pemerintahan seperti pada zaman khulafaur rasyidin. Pemerintahan Umar meninggalkan semua kemegahan Dunia yang selalu ditunjukkan oleh orang Bani Umayyah. Ketika dinobatkan sebagai Khalifah, ia menyatakan bahwa mempernaiki dan meningkatkan negeri yang berada dalam wilayah Islam lebih baik daripada menambah perluasannya (Amin, 1987:104). Ini berarti bahwa prioritas utama adalah pembangunan dalam negeri. Meskipun masa pemerintahannya sangat singkat, ia berhasil menjalin hubuingan baik dengan Syi’ah. Ia juga membari kebebasan kepada penganut agama lain untuk beribadah sesuai dengan keyakinan dan kepercayaannya. Pajak diperingan. Kedudukan mawali (orang Islam yang bukan dari Arab) disejajarkan dengan Muslim Arab. Pemerintahannya membuka suatu pertanda yang membahagiakan bagi rakyat. Ketakwaan dan keshalehannya patut menjadi teladan. Ia selalu berusaha meningkatkan kesejahteraan rakyatnya. Ia meninggal pada tahun 720 M dalam usia 39 tahun, dimakamkan di Deir Simon.

9. Yazid ibn Abdul Malik (720-724 M)
Yazid ibn Abdul Malik adalah seorang penguasa yang sangat gandrung kepada kemewahan dan kurang memperhatikan kehidupan rakyat. Masyarakat yang sebelumnya hidup dalam ketentraman dan kedamaian, pada zamannya berubah menjadi kacau. Dengan latar belakang dan kepentingan etnis politis, masyarakat menyatakan konfrontasi terhadap pemerintahan Yazid. Pemerintahan Yazid yang singkat itu hanya mempercepat proses kehancuran Imperium Umayyah. Pada waktu pemerintahan inilah propaganda bagi keturunan Bani Abas mulai dilancarkan secara aktif. Dia wafat pada usia 40 tahun. Masa pemerintahannya berlangsung selama 4 tahun, 1 bulan.

10. Hisyam ibn Abdul Malik (724-743 M)
Hisyam ibn Abdul Malik menjabat sebagai Khalifah pada usia yang ke 35 tahun. Ia terkenal negarawan yang cakap dan ahli strategi militer. Pada masa pemerintahannya muncul satu kekuatan baru yang menjadi tantangan berat bagi pemerintahan Bani Umayyah. Kekuatan ini berasal dari kalangan Bani Hasyim yang didukung oleh golongan mawali dan merupakan ancaman yang sangat serius. Dalam perkembangan selanjutnya, kekuatan baru ini mampu menggulingkan Dinasti Umayyah dan menggantikannya dengan Dinasti baru, Bani Abbas. Pemerintahan Hisyam yang lunak dan jujur menyumbangkan jasa yang banyak untuk pemulihan keamanan dan kemakmuran, tetapi semua kebajikannya tidak bisa membayar kesalahan-kesalahan para pendahulunya, karena gerakan oposisi terlalu kuat, sehingga Khalifah tidak mampu mematahkannya. Meskipun demikian, pada masa pemerintahan Khalifah Hisyam kebudayaan dan kesusastraan Arab serta lalu lintas dagang mengalami kemajuan. Dua tahun sesudah penaklukan pulau Sisily pada tahun 743 M, ia wafat dalam usia 55 tahun. Masa pemerintahannya berlangsung selama 19 tahun, 9 bulan. Sepeninggal Hisyam, Khalifah-Khalifah yang tampil bukan hanya lemah tetapi juga bermoral buruk. Hal ini makin mempercepat runtuhnya Daulah Bani Ummayyah.

11. Walid ibn Yazid (743-744 M)
Daulah Abbasiyah mengalami kemunduran dimasa pemerintahan Walid ibn Yazid. Ia berkelakuan buruk dan suka melanggar norma agama. Kalangan keluarga sendiri benci padanya. Dan ia mati terbunuh. Meskipun demikian, kebijakan yang paling utama yang dilakukan oleh -Walid ibn Yazid ialah melipatkan jumlah bantuan sosial bagi pemeliharaan orang-orang buta dan orang-orang lanjut usia yang tidak mempunyai famili untuk merawatnya. Ia menetapkan anggaran khusus untuk pembiayaan tersebut dan menyediakan perawat untuk masingmasing orang. Dia sempat meloloskan diri dari penangkapan besar-besaran di Damaskus yang dilakukan oleh keponakannya. Masa pemerintahannya berlangsung selama 1 tahun, 2 bulan. Dia wafat dalam usia 40 tahun.

12. Yazid ibn Walid (Yazid III) (744 M)
Pemerintahan Yazid ibn Walid tidak mendapat dukungan dari rakyat, karena perbuatannya yang suka mengurangi anggaran belanja negara. Masa pemerintahannya penuh dengan kemelut dan pemberontakan. Masa pemerintahannya berlangsung selama 16 bulan. Dia wafat dalam usia 46 tahun.

13. Ibrahim ibn Malik (744 M)
Diangkatnya Ibrahim menjadi Khalifah tidak memperoleh suara bulat didalam lingkungan keluarga Bani Umayyah dan rakyatnya. Karena itu, keadaan negara semakin kacau dengan munculnya beberapa pemberontak. Ia menggerakkan pasukan besar berkekuatan 80.000 orang dari Arnenia menuju Syiria. Ia dengan suka rela mengundurkan dirinya dari jabatan khilafah dan mengangkat baiat terhadap Marwan ibn Muhammad. Dia memerintah selama 3 bulan dan wafat pada tahun 132 H.

14.Marwan ibn Muhammad (745-750 M)
Beliau seorang ahli negara yang bijaksana dan seorang pahlawan. Beberapa pemberontak dapat ditumpas, tetapi dia tidak mampu mengahadapi gerakan Bani Abbasiyah yang telah kuat pendudkungnya. Marwan ibn Muhammad melarikan diri ke Hurah, terus ke Damaskus. NamunAbdullah bin Ali yang ditugaskan membunuh Marwan oleh Abbas As-Syaffah selalu mengejarnya. Akhirnya sampailah Marwan di Mesir. Di Bushair, daerah al Fayyun Mesir, dia mati terbunuh oleh Shalih bin Ali, orang yang menerima penyerahan tugas dari Abdullah. Marwan terbunuh pada tanggal 27 Dzulhijjah 132 H\5 Agustus 750 M. Dengan demikian tamatlah kedaulatan Bani Umayyah, dan sebagai tindak lanjutnya dipegang oleh Bani Abbasiyah.
Setelah Dinasti mu’awiyah runtuh, maka negara Islam terpecah menjadi 30 Negara yang terdiri dari beberapa dinasti, yaitu:
a. Dinasti Murabithun (1086-1143)
Dinasti ini perpusat di kota Maraskey, Maroko. Pasukan dinasti murabithun datang dalam rangka membantu umat Islam melawan kwrajaan Castilla. Mereka memutuskan untuk menguasai Andalusia setalah melihat Umat Islam terpecah belah.

b. Dinasti Muwahiddun (1146-1235)
Dinasti ini datang menggantikan dinasti Murabithun di Afrika Utara Kemudian juga melanjutkan kepemimpinan di Andalusia. Dimana ini hidup Ibnu Rusyd, seorang pemikir besar pasa masa itu yang banyak menafsirkan pemikiran Ariestoteles.
c. Bani Ahmar (1232-1292)
Pada 1238 Cordova jatuh ke tangan Kristen, lalu Seville pada 1248 dan akhirnya seluruh Spanyol. Hanya Granada yang bertahan di bawah kekuasaan Bani Ahmar (1232-1492). Kepemimpinan Islam masih berlangsung sampai Abu Abdullah—meminta bantuan Raja Ferdinand dan Ratu Isabella—untuk merebut kekuasaan dari ayahnya. Abu Abdullah sempat naik tahta setelah ayahnya terbunuh. Namun Ferdinand dan Isabella kemudian menikah dan menyatukan kedua kerajaan. Mereka kemudian menggempur kekuatan Abu Abdullah untuk mengakhiri masa kepemimpinan Islam sama sekali.
Sejak itu, seluruh pemeluk Islam (juga Yahudi), dikejar-kejar untuk dihabisi sama sekali atau berpindah agama. Kekejian penguasa Kristen terhadap pemeluk Islam itu dibawa oleh pasukan Spanyol yang beberapa tahun kemudian menjelajah hingga Filipina. Kesultanan Islam di Manila mereka bumihanguskan, seluruh kerabat Sultan mereka bantai.
Memasuki Abad 16, Tanah Andalusia—yang selama 8 Abad dalam kekuasaan Islam—kemudian bersih sama sekali dari keberadaan Muslim.
D. Karakteristik, Tradisi dan Peradaban Muslim Masa Mu’awiyah.
Sebagaimana khalifah-khalifah sebelumnya, keempat belas Khalifah dari Keluarga Umayyah ini telah menenorehkan sejarah dengan karakteristik tersendiri. Inilah yang kemudian dinyatakan sebagai keberhasilan atau kelemahan dalam keberadaannya. Sedikit tentang sejarah yang ditorehkannya antara lain;
1. Mulai adanya penyempitan calon-calon yang diajukan sebagai khalifah pengganti khalifah sebelumnya. Yaitu calon-calon tersebut harus berasalkan dari keluarga Umayyah. Inilah yang dikatakan sebagai penyimpangan dari ajaran Islam, tetapi sejauh mana penyimpangan tersebut. Secara lebih spesifik bahasannya disendirikan di bagian akhir.
2. Perluasan wilayah Islam dapat diperoleh dalam waktu yang cukup singkat. Dalam kekuasaannya selama 90 tahun, wilayah Islam semakin luas, mulai dari Spanyol, sampai dengan India. Penaklukan militer ini berjalan cepat terutama pada pemerintahan Khalifah Al Walid. Segenap Afrika Utara diduduki dan pada tahun 91 H / 710 M pasukan Muslim menyebrangi Selat Gibraltar lalu masuk ke Spanyol, kemudian menyebrangi Sungai Pyrenees dan menyerang Carolingian Prancis. Di Timur, seorang Wali Arab menyusup melalui Makran masuk ke Sind, menancapkan Islam untuk pertama kalinya di India (Dinasti-Dinasti Islam, 1993). Bagi beberapa kalangan luas wilayah Islam pada masa ini adalah yang terluas dibanding dengan masa kekhalifahan lainnya. Perluasan-perluasan berikutnya hanyalah berupa pengembangan dari luas wilayah yang telah ada. Malah pada akhir masa Kekhalifahan Utsmani, wilayahnya semakin menyempit akibat sparatisme dan berkembangnya nation state, sampai akhirnya hilanglah wilayah kekhalifahan Islam pada tahun 1924 (3 Maret), saat diruntuhkannya Kekhalifahan Utsmaniyyah sehingga wilayah Islam terpecah menjadi negeri-negeri Islam, sampai sekarang.
3. Pembangunan fisik semakin marak dilakukan. Apabila pada masa Rasulullah dan Khulafaur Rasyiddin, pembangunan terlihat lebih fokus kepada pembangunan ruhul Islam, dalam artian penerapan hukum-hukum Islam di muka bumi. Pada masa Umayyah pembangunan fisik dan perkembangan ilmu pengetahuan semakin berkembang, hal-hal yang khusus antara lain. Penghijauan daerah Mekkah dan Madinah pada masa Khalifah Mu’awiyah, pembuatan mata uang Islam pada masa Khalifah Abdul Malik, penghimpunan hadits-hadits Nabi pada masa Umar bin Abdul Aziz. Kemudian Masjid Raya Damaskus didirikan oleh Khalifah Al Walid I serta Madrasah al Nuriyah di Damaskus pun dibangun untuk sarana pendidikan

E. Yurisprudensi dan Tata Hukum Ajaran Islam Masa Mu’awiyah
Politik pemerintahan di masa dinasti Umayyah, menurut Imam Az-Zuhri, bahwa pada masa Rosulullah, dan para khulafaur-rosyidun yang empat berlaku hokum bahwa orang-orang kafir tidak mewarisi seorang muslim dan demikian pula seorang muslim tidak mewarisi seorang kafir. Tapi Mu’awiyah pada masa pemerintahannya, telah bertindak mewariskan seorang muslim dari seorang kafir tapi tidak mewariskan seorang kafir dari seorang muslim. Ketentuan yang berupa bid’ah (sesuatu yang mengada-ada dalam agama ini telah dibatalkan pada masa Umar bin Abdul Aziz dimasa pemerintahannya, tapi Hisyam bin Abdul Malik telam mengembalikan sebagaimana keadaan yang semula, yakni seperti dimasa Mu’awiyah .
Ibnu katsir berkata bahawa Mu’awiyah juga telah menganti sunnah Rosululloh saw. dan para khulafaur-rasyidun dalam urusan diyat. Sebelum itu, diyat (denda) pembunuhan terhadap seorang non-muslim yang telah mengikat perjanjian dengan negara Islam, jumlahnya sama dengan diyat seorang muslim. Tapi Mu’awiyah mengurangi sampai setengahnya dan dia mengambil setengah yang lain bagi dirinya sendiri.
Begitu bayak prestasi yang ditorehkan oleh Muawiyah, termasuk didalamnya pembagian departemen-departemen. Dari setiap lembaga yang ada. Termasuk didalamnya adalah pembentukan Al-Nizham al qadha’I, yaitu lembaga bagian penegak hokum. Al-Nizham al qadha’I ini terdiri dari tiga bagian, yaitu al-qadha, al-hisbat, danal-mazholim .
Badan al-qadha dipimpi oleh seorang Qadhi yang bertugas membuat fatwa-fatwa hokum dan peraturan yang digali langsung dari Al-Qur’an, As-Sunnah,atau Ijma’ atau berdasarkan Ijtihad. Badan ini bebas dari pengaruh penguasa dalam menetapkan keputusan hokum terhadap para pejabat, pegawai negara yang melakukan pelanggaran. Pejabat badan al-hisbat disebut al muhtasib, tugasnya menangani kriminalyang perlu penyelesaian segera. Pejabat badan al-mazholim disebut qodhi al-mazhalim atau shahib al-mazhalim. Kedudukan badan ini lebih tinggi daripada al-qadha atau al-hisbat. Karena badan ini bertugas meninjau kembali akan kebenaran dan keadilan keputusan-keputusan hokum yang dibuat oleh qodhi dan muhtasib. Bila ada suatu kasus perkara yang keputussannya dianggap perlu ditinjau kembali, baik perkara seorang rakyat atau pejabat yang menyalahgunakan jabatannya, badan ini menyelenggarakan mahkamat al-mazhalim yang mengambil tempat di masjid. Siding ini dihadiri oleh lima unsure lengkap, yaitu para pembantu sebagai juri, para hakim, para fuqaha, para katib dan para saksi, yang dipimpin oleh al-qadhi al-muzhalim . Berarti pemerintahan dinasti Umayyah , sebagaimana pada pereode Negara Madinah, peradilan bebas terap ditegakan.

F. Faktor-faktor yang menyebabkan kehancuran dinasti mu’awiyah
Ada beberapa factor yang menyebabkan lemahnya sampai kehancuran dinasti Umayyah, antara lain :

1. System pergantian khalifah melalui garis keturunan adalah sesuatu yang baru bagi tradisi arab yang lebih menekan aspek senioritas. Pengaturan tidak jelas. Ketidakjelasan sistim pegantian khalifah ini menyebabkan terjadinya persaingan yang tidak sehat di kalangan anggota keluarga istana.
2. Latar belakang terbentuknya dinasti Bani Umayyah tidak bisa dipisahkan dari konflik-konflik politik yang terjadi dimasa Ali. Sisa-sisa syi’ah (pengikut Ali)dan khawarij terus menjadi gerakan oposisi, baik secara terbuka, seperti dimasa awal dan di akhir maupun secara tersembunyi seperti dimasa pertengahan kekuasan bani Umayyah. Penumpasan terhadap gerakan ini banyak menyedot kekuatan pemerintah.
3. Pada masa kekuasan bani Umayyah, pertentangan etnis anggaota suku Arabia Utara (bani Qays) dan Arabia Selatan (bani Kalb) yang sudah ada sejakzaman sebelum islam, makin meruncing. Perselisihan ini mengakibatkan para penguasa bani Umayyah menapatkan kesulitan untuk menggalang persatuan dan kesatuan. Di samping itu sebagian besar golongan Mawali ( non arab ) terutama di Irak dan wilayah bagian timur lainnya, merasa tidak puas dengan status mawali itu menggambarkan status inferioritas di tambahkan dengan keangkuhan bangsa arab yang di perlihatkan pada masa Umayyah.
4. Lemahnya pemerintahan daulat bani Umayyah yang disebabkan oleh sikap hidup mewah di lingkungan istana sehiungga anak-anak khalifah tidak sanggup memikul beban berat kenegaraan tatkala mereka mewarisi kekuasan. Disamping itu, golongan agama banyak yang kecewa karena perhatian penguasa terhadapperkembangan agama sangat kurang.
5. Penyebab langsung tergulingnya kekuasaan bani Umayyah adalah munculnya kekuatan baru yang di pelopori oehketurunan Abbas ibnu Abdul Al- Muthalib.gerakan ini mendapakan dukungan penuh dari bani Hasyim dan golongan syi’ah dan kaum mawali yang merasa dikelasduakan oleh pemerintah Bani Umayyah.

Masih banyak factor-faktor lain yang tidak kami sebutkan yang menyebabkan keruntuhan bani Umayyah.

G.Kritik Refleki Objektifikasi Peradaban Masa Mu’awiyah
Dinasti Umayyah berhasil meguasai dunia selam kurang lebih 90 tahun, dalam kurun waktu 90 tahun itulah berbagai macam perubahan telah di lakukan oleh Mu\awiyah dan juga penerus dinasti Umayyah itu. Ada banyak perubahan yang seharusnya tidak ia lakukan, yaitu tenang system pemerintahan yang ternyata sangat mempengaruhi kehidupan umat Islam di seluruh belahan dunia. Seperti yang kita ketahui bersama bahwa keberhasilan umat Islam dalam membangun peradaban terletak pada masa kekhalifahan yang dimulai oleh Rosulullah saw, dan kemudian dilanjutkan oleh khulafaur-rasyidin.
Perubahan yang dilakukan Mu’awiyah secara tidak langsung telah menggerogoti kekuatan umat Islam, karena dengan berubahnya sistem pemerintahan dari khalifah menjadi kerajaan turun-temurun atau system demokrasi (musyawarah) menjadi sistem Monarki (turun temurun) memjadikan umat Islam yang begitu kuat dengan persaudaraannya menjadi mudah dihasut, sehingga menimbulkan pemberontakan yang mengatas namakan kebenaran. Dan terbukti, salah satu factor runtuhnya dinasti Umayyah adalah terjadinya perebutan kekuasaan antara anak-anak dan cucu-cucu dari Mu’awiyah.
Saat ini banyak diantara Umat Islam yang ingin membangun kembali Khilafah yang telah runtuh, dan mengikrakan kembali peradaban Islam di dunia, tapi tidak memiliki kemampuan yang cukup dan tidak memiliki pondasi yang kuat. Tapi setidaknya Mu’awiyah telah berhasil menerapkan system pemerintahan kerajaan ini dengan mampu menaklukan seluruh Negara Afrika bagian Utara, dikuasainya Spanyol dan masih banyak lagi yang telah ditaklukan. Hanya saja kini semua telah kembali ke masa awal sampai tidak ada sedikitpun bukti keberadaan Islam di Spanyol. Inilah yang menjadi pestasi buruk.















BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dinasti Umayyah didirikan oleh Mu’awiyah bin Abu Suyfan pada tahun 41 H/ 661 M. Samapai 132 H/ 750 M. dinasti ini berkuasa kurang lebih 90 tahun. Mu’awiyah memindahkan ibukota kerajaan ke Damaskus dimana dia sangat di kenal di daearah itu karena pernah menjadi Gubernur di Damaskus. Dan saat itulah berakhir periode madinah yang dibangun oleh Rosulullah dan Khulafaur-rasyidun.
Disaat yang sama Muawiyah juga merubah system pemerintahan, dari demokrasi ( musyawarah) menjadi Monarki ( kerajaan turun temurun). Bermula dari sinilah terbentuk Kerajaan Islam pertamayang di Rajai oleh Muawiyah. Dibawah ini adalah khalifah-khalifah di masa dinasti Umayyah:
1. Muawiyah ibn Abi Sufyan (661-681 M)
2. Yazid ibn Muawiyah (681-683 M)
3. Muawiyah ibn Yazid (683-684 M)
4. Marwan ibn Al-Hakam (684-685 M)
5. Abdul Malik ibn Marwan (685-705 M)
6. Al-Walid ibn Abdul Malik (705-715 M)
7. Sulaiman ibn Abdul Malik (715-717 M)
8. Umar Ibn Abdul Aziz (717-720 M)
9. Yazid ibn Abdul Malik (720-724 M)
10. Hisyam ibn Abdul Malik (724-743 M)
11. Walid ibn Yazid (743-744 M)
12. Yazid ibn Walid (Yazid III) (744 M)
13. Ibrahim ibn Malik (744 M)
14.Marwan ibn Muhammad (745-750 M)
Dari empat belas kahalfah yang ada di atas, yang prestasinya paling menonjol adalah Umar bin Abdul Aziz. Prestasinya itu tidak lepas dari kezuhudannya. Sehingga dia tidak tergila-gila dengan harta. Tapi sanyang Umar bin Abdul Aziz hanya memimpin selama dua tahun, namun prestasinya bias dirasakan hingga sekarang.
Dinasti Umayyah runtuh setelah diantara anak mahkota berebut kekuasan dan harta. Hingga tidak mampu mengendalikan keadaan lagi. Dan akhirnya mudah dikalahkan oleh musuh.


Read more " ..."
 

Free Blog Templates

Powered By Blogger

Blog Tricks

Powered By Blogger

Easy Blog Tricks

Powered By Blogger

Grey Floral ©  Copyright by PARA MUJAHID | Template by Blogger Templates | Blog Trick at Blog-HowToTricks